Rabu, 02 Mei 2012

di kala itu matahari menembus pori pori tanah.
Ia menembus dalam diam
Ia menembus dalam menyelami kedinginan tanah
Gelap ia terangi dengan apa yang ada pada dirinya
Mengahangatkan dan meresapi
Ia menyapa penghuni

Kamis, 16 Juni 2011

film kepergian

Bulan sedang berada di puncak kemenangan nya
Dan ini aku, aku yang sedang terpaku di sini
Tak bermaksud melawan gelap
hanya mau meminjam waktu

Tak ada niat untuk memejamkan mata
karena air mata menggenang damai di pelupuk
Aku tak mampu bermain kata
Hanya dapat berbisik sepi

Dan akhirnya
Film di putar pikiran
Proyektonya telah rapuh memancarkan cahaya
Yang tertangkap jelas oleh layar mata hati

Di sana kamu tersenyum
Senyum menantang matahari
Tak peduli betapa sinarnya menyilaukan
Tetap maju dan melawan

bayang bayang mu tak mau menemui uzur
namun harus kah kenangan di kubur?


12/13-06-2011
jam 00.00

clasmet photo report :)

volley :)
muka muka mempertahankan kemenangan kelas pemenenang nya : 8b
tarik tambang
futsalbasket, jangan tanya gw kenapa, banyak fotony deus okey?

bakiak :)
sebetulnya ini foto udh di post di fb http://www.facebook.com/profile.php?id=1411640706
buka kalo mw liat :)

Rabu, 08 Juni 2011

lelah

Sebelum mentari mengibaskan lidah lidah api
Aku telah bersahabat dengan sepi
Mereka mencintaiku
Menimangku dengan sayang
Sekalipun malam menenun gelap

Siang pun tak memiliki nyal;i
Ia hanya lewat tanpa menoleh
Biarlah ia pergi
Aku lelah mengejar matahari

Malam Berkabung

Walau mentari tak kunjung tiba
Aku secepatnya ingin mengusir bulan
Karena malam ini malam berkabung
Dimana angin sulit diam
Hujan pun tak mampu menahan tangis

Saat ini denyut meninggalkan jantung
Nadi terbuka memancarkan darah
Raga pun membiarkan Ruh pergi
Maka tolong biarlah ini berlalu

Hujan

Sekali dua kali cobalah
Keluar dari perteduhan mu
Pada saat hujan menghantam bumi
Menarilah , belah lah hujan dengan apa yang ada di benak mu

Jangan pedulikan katak yang berkotek heran
Atau tanah yang berpekik bingung
Biarlah angin mengahpus air mata mu
Berteriaklah seakan kamu bisu
Dan berlarilah sebagai orang pincang

Bersatulah dengan ke gelapan di sekitarmu
Jangan takut karena mendung menaungi mu
Lupakan kepahitan sukam
Dan suatu hari ada saatnya dimana kamu melangkahkan kakimu di di jalan beralaskan warna warna indah
Dan gapailah mentari

Di Bawah Bayang Ibu

Siang hari itu tidak seperti biasanya. Mereka terlihat dingin. Mengerikan. Mereka pun tega menggretak ku. Angin mengancamku mereka menyelundup ke dalam pori - pori tubuhku dan berusaha untuk melumatkan rusukku. Namun akhirnya bunga tidur mendekapku.

Ini aku Wayan seorang plakon drama kehidupan di dunia ini. Aku satu di antara yang bernafas yang harus menelan pahitnya hidup. Aku slalu sedih. Tawaku sudah ku lupakan dan senyum ku mengguap entah kemana. Mungkin semua bahagia itu turut masuk ke liang lahat yang telah tertutup tanah. Dan akhirnya tumbuh bersama rumput dan pohon Kamboja yang subur di skeliling makam ibu.

Kamboja bunga yang sangat indah , selama bunda bernafas dulu, kecantikannya bagai bunga kamboja ini. Kulitnya lembut dan putih itu sewarna dengan bunga kamboja. Ibu adalah dewi pencerah hidupku. Namun kesempurnaan nya adalah jaring yang membelenggu ku dan membutakan ku.

Tempat tinggalku jauh dari keramaian kota Bali. Tepat nya di dekat Danau Bratan dan Gunung Catur yang menjulang membelah langit. Nama desa kecil itu adalah desa Candi Kuning . Disana tempat aku memulai hidupku di bawah naungan ibuku dan tentunya ayah ku. Ayah ku seorang bekebangsaan Belanda. Dan ia menyukai sesama jenis. Tepat di ulang tahunku yang ke empat. Orang tuaku bercerai, sepertinya ibu tak tahan di teror kekasih ayah dan kelakuan ayah yang memperlakukan ibu seperti pembantu. Maklum ibu masih ada keturunan bangsawan. Ayah sempat memintaku namun akhirnya aku tetap tinggal bersama ibu. Dan aku dengar ayah kembali ke kampung halaman nya dan menikah dengan belahan jiwanya yang menggelikan itu.

Kata nenek, leluhurku adalah seorang penari yang bertugas menghibur raja. Karena terpikat dengan kecantikan nya maka di jadikan selir.Maka kami masih bagian dari kerajaan. Kalau pertemuan ayah dan ibuku juga dengan tarian ceritanya adalah, ayah ketiak itu ayahku datang ke Bali untuk berlibur. Ibu bertugas menyambut rombongan ayah dengan tari tarian. Akhirnya ayah terpikat dengan kecantikan ibu . Keluargaku memang di takdirkan menjadi penari yang menghibur penontonnya dengan menjual kemolekan tubuh dan senyuman palsu.

Namun aku membencinya. Sungguh aku tidak bisa menari seperti saudara saudaraku yang lain. Bakat ibu ku sama skali tidak menyentuhku dan tidak membaur dengan pribadai ku. Sungguh sangat menyakitkan.

Keluarga ku sangat mendikteku. Aku seorang murid yang slalu salahdi mata sang guru. Mereka menekan ku. Mereka menyuruh ku menyerupai ibu. Terutama nenek ku. Ia begitu menuntutku untuk menjadi ibu. Ibu yang cerdas, mandiri,dan tentunya pandai menari. Mungkin beliau belum mengikhlaskan kepergian ibu. Ibu memang orang paling sempurnanya di mata nenek.

“Yan !!! Wayan bangun ayo latihan!”

Alam sadar menarikku. Bayangan mama segera hilang. Pelatih tari ku datang. Aku ogah ogahan jalan menuju pendopo untuk berlatih. Ingin rasanya aku mencabut nyawaku sehingga aku tidak perlu mengikuti latihan tari yang menyiksaku. Aku depresi. Semua kegiatan begitu mencekik ku.

Pak Ketut terlihat luwes menari dan mencaci maki muridnya yang slalu salah dan terlihat bodoh dengan gerakakn badan nya yang kaku. Selalu saja aku terkena cibiran pedas nya karena aku tak seluwes ibuku. Pertama tama tersa menyakitkan namun sekarang aku lebih baik menutup mata akan hal itu. Biarkan ia memuji saudara saudaraku yang lain. Ia memberi tau kami bahwa sebentar lagi akan ada pementasan dan seperti biasa aku ada di tempat cadangan . Aku menerima itu yang pentingmasih ada harapan tampil dan membanggakan ibu.

Hari melewati ku begitu cepat. Ia mengantarkan ku pada 13 Juni. Pak Ketut menyuruh kami berkumpul. Hari ini adalah hari pementasan tarian kami. Aku tetap berdiam menjadi cadangan. Mungkin Tuhan adil, salah satu saudara ku jatuh sakit. Akhirnya aku memulai pemanasan. Aku tersenyum senyum yang gila! Senyum yang menantang maut.

Suara gamelan menari nari lincah di telingaku. Malam itu aku berlaga. Tak lupa aku memasukan sebuah jimat. Jimat yang mengkilap yang sangat hebat.

Aku naik dan berlaga. Melanggak lenggok seperti kesurupan karena geraka ku sungguh molek.Senyuman yang ter obral di wajah ku adalah senyum penyambutan tamu dan menyongsong maut. Pertengahan lagu aku berjalan ketengah. Tersenyum palsu. Tak lama aku mengeluarkan jimat perk itu. Tepat terkena sinar bulan memantulkan keagungannya dan tak lama ia tlah menghantarku bertemu ibuku tepat di akhir lagu.